Jeritan Pasien Gawat Darurat di Cirebon : Kemenkes dan BPJS, Diduga Acuhkan Warga Miskin


KAB. CIREBON | RESPUBLIKA INDONESIA

Minggu, 28 September 2025 – Kasus seorang pasien bernama Sarojim, warga Desa Cirebon Girang, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menjadi sorotan tajam terkait pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Sarojim, yang menderita gagal ginjal dan membutuhkan cuci darah segera, terkatung-katung di ruang IGD RS Gunung Jati karena kartu BPJS miliknya tidak aktif.

Kisah pilu ini bermula ketika Fitri, anak kandung Sarojim, membawa ayahnya ke RS Sida Wangi menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Namun, pihak RS Sida Wangi justru memvonis Sarojim gagal ginjal dan harus cuci darah, lalu menyuruhnya pindah ke RS yang lebih lengkap tanpa memberikan surat rujukan karena BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran) Sarojim tidak aktif. Sarojim terpaksa keluar dari RS Sida Wangi tanpa surat rujukan dan langsung menuju IGD RS Gunung Jati.

"Bapak saya dengan kondisi sudah gawat darurat, saya bawa ke Rumah Sakit Sida Wangi pake SKTM, tapi hasil dari RS Sida Wangi di vonis Gagal Ginjal dan Harus Cuci Darah. Ironisnya bapak saya disuruh pindah ke RS yang lebih lengkap alat-alatnya dan tanpa dibekali Surat Rujukan, dengan alasan karena BPJS PBI nya tidak Aktif," ungkap Fitri, didampingi Asih Mintarsih alias Firda Asih, Direktur Utama Media Koran Cirebon.

Istri Sarojim menambahkan, suaminya sempat dirawat inap tiga hari di RS Sida Wangi menggunakan SKTM. Namun, karena BPJS PBI tidak aktif, mereka disuruh pindah ke RS Gunung Jati. Setibanya di IGD RS Gunung Jati pada Sabtu sore, 27 September 2025, Sarojim belum mendapatkan kamar hingga berita ini diturunkan dengan alasan ruangan penuh. Pihak RS juga terus menanyakan status BPJS PBI Sarojim yang belum aktif.

"Kalau tidak ada BPJS, maka harus pake umum. Kami masyarakat miskin dari mana buat bayar Rumah Sakit? Buat kebutuhan sehari-hari saja karena suami sakit, otomatis tidak ada yang mencari nafkah," keluh istri Sarojim.

Keluarga Sarojim berharap Kementerian Kesehatan dan BPJS Kabupaten Cirebon tidak menutup mata terhadap pasien gawat darurat dan segera memberikan kebijakan yang meringankan beban masyarakat miskin.

Parahnya, bagian Jaminan Kesehatan Bidang SDK Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon justru menyatakan bahwa mekanisme tersebut adalah aturan BPJS dan Rumah Sakit mengikuti aturan BPJS. "Kalau di kami ada JAMKESDA, tapi untuk yang belum menjadi Peserta BPJS (yang aktif maupun tidak aktif) yang di Rawat di RSUD Kabupaten Cirebon," jelasnya.

GMOCT Gabungan Media Online dan Cetak Ternama, yang mendapatkan informasi dari Media Koran Cirebon yang tergabung di GMOCT, menilai kejadian ini sangat memprihatinkan. Asep NS, Sekretaris Umum GMOCT, mempertanyakan kenapa tidak ada kebijakan dari dinas terkait, khususnya BPJS Cabang Cirebon, mengingat pasien sudah dalam kondisi gawat darurat dan harus menunggu satu bulan agar BPJS aktif.

Media Koran Cirebon pun menghubungi pihak rumah sakit dan Dinas Sosial Kabupaten Cirebon. Dinas Sosial menyatakan siap membantu pasien Sarojim, namun untuk mengaktifkan BPJS adalah kewenangan Dinas Kesehatan dan BPJS.

"Selanjutnya kami akan meneruskan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon khususnya ke BPJS Cabang Cirebon, kebijakan bisa langsung aktif atau menunggu Satu Bulan itu ada di BPJS Cabang Cirebon," jawab pihak Dinas Sosial melalui telepon.

Kasus Sarojim ini menjadi bukti nyata bahwa masih banyak masyarakat miskin yang kesulitan mengakses pelayanan kesehatan, meskipun sudah ada program BPJS. Pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan dan BPJS, harus segera mengevaluasi dan memperbaiki sistem agar tidak ada lagi pasien gawat darurat yang terkatung-katung karena masalah administrasi.

#noviralnojustice

#bpjs

#rsdgunungjati

#kemenkes

#cirebon

Team/Red (Koran Cirebon)

Komentar