Lembaga legislatif DPRD Kabupaten Wonosobo menjadi sorotan publik setelah mencuatnya kabar bahwa *Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)* tengah melakukan pengawasan terhadap aktivitas anggaran di tubuh dewan. Informasi ini menguat setelah beredarnya pengakuan dari seorang sumber berinisial *R* yang menyebut adanya indikasi praktik *anggaran fiktif, ketimpangan aspirasi, dan manipulasi mekanisme rapat banggar.*
Menurut R, salah satu yang menjadi perhatian adalah ketimpangan alokasi *Dana aspirasi*. Disebutkan bahwa anggota biasa hanya mendapatkan sekitar *Rp 600 juta*, sementara *Pimpinan DPRD dan wakil Pimpinan bisa mengatur anggaran hingga Rp 6,5 hingga Rp 13 miliar*. Praktik ini disebut sudah berlangsung lama, bahkan sejak sekitar tahun 2019, dan diduga dikendalikan oleh *Ketua dan Wakil ketua* yang memiliki posisi strategis di DPRD.
Tak hanya itu, R juga mengungkap keberadaan *anggaran siluman* yang tidak melalui proses pembahasan resmi di *Badan Anggaran (Banggar)* DPRD. Anggaran tersebut tiba-tiba muncul dalam *nomenklatur nota kesepakatan pada sidang paripurna*, tanpa transparansi yang layak.
Lebih memprihatinkan, *rapat-rapat Banggar sering kali tidak kuorum hingga tiga kali berturut-turut.* Hal ini ternyata dilakukan secara sengaja untuk memberi celah kepada *para pimpinan DPRD dan ketua partai* agar dapat mengambil alih keputusan melalui mekanisme *RAPIM (Rapat Pimpinan)*, di luar kontrol mayoritas anggota dewan.
Praktik semacam ini, jika benar terjadi, jelas bertentangan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam pengelolaan anggaran daerah.
Masyarakat mendesak agar KPK *segera melakukan langkah konkret*, tidak hanya mengawasi tetapi juga *mengusut tuntas dugaan permainan anggaran dan penyalahgunaan kekuasaan* di DPRD Kabupaten Wonosobo.
Hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari pihak DPRD maupun KPK. Media masih terus menunggu klarifikasi dari pejabat terkait.
*(Tim Investigasi)*
Komentar
Posting Komentar